Rabu, 24 Februari 2010

The Power of Feedback

Oleh : RR. Ardiningtiyas Pitaloka, M.Psi.
Jakarta, 26 Maret 2008

Ketika saya menjadi ketua tim kreatif dalam satu panitia pagelaran budaya, saya memiliki satu tim yang siap menjadi partner untuk menyukseskan acara tersebut. Langkah pertama, saya akan menciptakan satu sistem sebagai kerangka proses kerja tim ini. Ketika saya mempresentasikan kerangka tersebut, ada tiga peluang yang akan saya dapatkan dari teman-teman satu tim; (a) umpan balik yang positif; (b) umpan balik negative; atau (c) tidak mendapatkan umpan balik sama sekali.

Kreativitas menjadi salah satu yang berperan dalam kesuksesan acara tersebut. Apa yang terjadi ketika saya mendapatkan umpan balik positif, negative, atau dicuekin? Apakah menaikkan kreativitas, menurunkan atau tidak berdampak sama sekali alias datar-datar saja? Dari sini, saya bisa mengenal diri saya lebih jauh, apakah saya termasuk apa yang disebutkan oleh Mc Clelland sebagai seorang yang memiliki need of achievement tinggi atau need for power yang tinggi?

Nampaknya tipis untuk mengatakan saya memiliki orientasi berprestasi alih-alih sebagai orang yang lebih tertarik pada kekuasaan. Ternyata, umpan balik dan kreativitas bisa menjadi sinar penolong bagi diri kita.


Ingin Berprestasi atau Berkuasa?
To be fair, saya harus kembali merenungkan dan melihat apa yang dimaksud dengan kebutuhan berprestasi dan berkuasa, mesti mengerikan dengan resiko melihat diri saya ternyata nantinya lebih ingin menguasai ketimbang berprestasi, but I have to.

Need of power is need to exert influence/impact on others, and simultaneously, to experience recognition and acclaim for these power oriented - activities (Winter,1973)


Need of achievement is striving a perform well against a standard of excellence

(Mc Clleland, 1985)

Mulai terlihat perbedaannya di mana kekuasaan menekankan pada kebutuhan untuk menundukan orang lain, sementara prestasi lebih membidik nilai/ standar umum untuk dilampaui. Jika saya lebih peduli menantang diri sendiri untuk melakukan sesuatu dengan sempurna, tanpa terlalu mengindahkan orang lain untuk menoleh dan memakukan pandangannya pada diri saya, sepertinya saya masuk dalam kelompok orang yang berorientasi pada prestasi.

Tapi saya juga curiga ketika merasa akan begitu kecewa pada umpan balik yang negative, jangan-jangan saya lebih menginginkan menguasai orang lain????

Sebaiknya jangan cepat menyimpulkan dulu, mari kita lihat, apa itu kreativitas sebenarnya.


Saya Orang Kreatif?
Tentu, memandang diri sebagai orang yang kreatif adalah godaan yang sangat menggiurkan, bahkan rasanya saya akan langsung mengangguk mengiyakan jika anda menanyakan pada saya, saya akan mengangguk sebelum kalimat anda selesai. Sebab narsis adalah keindahan, dan siapa yang tak suka keindahan?

Namun, tolong garis bawahi penemuan ini, bahwa baik orang kreatif dan orang berprestasi sama-sama jatuh cinta pada segala sesuatu yang mengandung resiko dengan level medium. Zona aman, tidaklah menarik, bahkan cenderung membosankan, paling lama hanya akan bertahan dalam skala 3 dari rentangan 10.

Orang yang kreatif lebih terbuka terhadap pengalaman baru, lebih tidak defensif dari pada orang yang tidak kreatif dalam menerima informasi baru. Karakteristik lainnya, orang kreatif menunjukkan keteguhan hati dan ketekunan.

Apakah kemudian, kreativitas identik dengan kompleksitas atau kerumitan? Dinamika yang terjadi tidak sesederhana itu, orang kreatif memang tertarik pada kompleksitas bahkan ketidakberaturan, bukan semata karena keruwetan itu, melainkan karena kekayaan hubungan yang terkandung di dalamnya. Orang kreatif tidak akan terbeban oleh perasaan cemas dalam mengolah kerumitan yang bisa berujung pada kekacauan, melainkan justru akan mempersembahkan suatu karya yang cantik.

Kompleksitas dan ketidakberaturan menantang diri yang memiliki kebutuhan kuat untuk mengolah kemampuan lebih untuk meraih lebih dari apa yang hanya terlihat di permukaan. Suatu medan pengalaman yang sangat menantang untuk dijelajahi dalam mencapai apa yang kemudian bernama prestasi.

Kreativitas menghasilkan solusi inovatif, menunjukkan perbedaan dan orisinalitas yang tidak biasa namun tetap praktis.

Kompleksitas menghasilkan solusi yang memiliki hubungan kompleks dan integrasi dari bagian-bagian dengan prosesnya.

Umpan Balik
Untuk mengenal faset diri, apakah memang memiliki orientasi prestasi atau kekuasaan, kreativitas belum cukup memberikan gambaran, karena ada dinamika yang berperan penting dalam menghantarkan itu, yakni umpan balik.

Umpan balik positif ternyata memacu kreativitas pada orang yang berorientasi prestasi maupun kekuasaan. Mengapa? Hal ini menjadi dukungan yang sekaligus tantangan, utamanya bagi orientasi prestasi untuk meraih suatu pencapaian yang signifikan. Sementara bagi orientasi kekuasaan, ini juga sebagai sinyal positif bahwa peluang untuk menguasai / mempengaruhi orang lain bisa tercapai.

Umpan balik negative masih menjadi modal postif bagi orang yang berorientasi prestasi, namun menjadi hantaman bagi mereka yang lebih berorientasi pada kekuasaan. Ingat, orientasi prestasi lebih condong untuk menaklukan standard/nilai/pencapaian usaha, maka umpan balik negative menjadi tantangan yang semakin memacu kemampuan diri mereka. Sebaliknya bagi si haus kekuasaan, ini berarti pukulan kekalahan, suatu alarm yang menunjukan tertutupnya pintu untuk menguasai orang lain.

Apa yang terjadi ketika yang hadir adalah emang gue pikirin alias tidak ada umpan balik? Baik orientasi prestasi maupun kekuasaan, hal ini tidak bisa digunakan untuk melihat kreativitas yang dihasilkan atau dalam bahasa statistiknya adalah tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Orang Lain sebagai Cermin Diri
Kilauan prestasi terkadang membutakan kita untuk merasa yakin kita adalah orang yang selalu ingin mempersembahkan yang terbaik. Jebakan yang menganga ternyata juga menempel erat dalam diri kita, yaitu keinginan untuk menguasai orang lain, alih-alih untuk menemukan keunggulan diri.

Beruntunglah, kita sebagai makhluk social, kita memiliki banyak cermin yang memungkinkan kita untuk melihat beragam faset dalam diri kita. Dalam interaksi dengan orang lain, kita menjadi tahu dari reaksi yang kita dapatkan dan kita hasilkan selanjutnya.

Bukan pada jenis pekerjaan yang menuntut kreativitas, melainkan pada motivasi orangnya. Umpan balik akan sangat efektif pada orang-orang yang memiliki motivasi berprestasi ketimbang motivasi kekuasaan.

Hmm, cukup mengerikan juga kalau demikian, apabila ternyata saya menjadi super jengkel pada umpan balik negative dan menurunkan kreativitas diri, berarti saya ?????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar