Sabtu, 29 Mei 2010

Pemimpin Yang Sederhana


Beberapa bulan kemarin, seakan program untuk mengentaskan kemiskinan ada banyak. Spanduk dan iklan-iklannnya begitu tersebar, nyaris menenggelamkan kota dan menyilaukan mata. Cuap-cuap para pelakunya pun begitu indah dan manis, membuat pekak telinga dan mulut jadi gatal ingin mengomentarinya.
Lalu, tiba-tiba mereka hilang. Kemana kah program-program itu sekarang? Bahkan, yang saya tahu, satu atau dua program tersebut hanya tinggal nama. Hati jadi bertanya-tanya, apakah program-program membantu warga miskin waktu itu hanya tren yang menjamur? Akankah ke depannya tumbuh “jamur” serupa?

Ujung-ujungnya, masih adakah pemimpin yang bukan hanya bisa berjanji, tapi memberi pembuktian, yang bergerak dan mengerakkan orang lain untuk berbuat bagi orang lain?

Tuhan memuliakan kita bukan karena apa yang kita miliki, melainkan apa yang telah kita lakukan. Pemimpin tidak perlu sempurna, yang penting hatinya bersih, kokoh, pandai, punya visi, bisa memimpin, bisa memotivasi bukan memanipulasi. Cukup! Masa’ sih, tidak ada satu pun yang mendekati syarat sesederhana itu?

Ini menjadi pekerjaan rumah buat kita untuk mencarinya, atau bahkan membentuk diri kita agar menjadi sosok seperti itu.
Bicara motivasi, mari kita mulai memotivasi diri sendiri dulu, meski sulit. Terkadang kita begitu bersemangat. Di waktu lain, kadang kita hidup tanpa harapan sama sekali. Tapi, di sanalah proses pembelajarannya. Ayo percepat proses itu, karena waktu tidak pernah mau menunggu. Dan, Tuhan pun hanya akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang siap. Harapan adalah pondasi dari sebuah motivasi. Setiap orang mempunyai sumbu yang memotivasi, meski tujuan dan caranya berbeda. Perbedaanlah yang membuat berbeda. Tapi, tak apa, biarkan saja orang orang di sekitar kita, bahkan kita sendiri, mencari cara yang berbeda untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain, asalkan tujuannya sama.

Jangan pernah menyerah memberi motivasi kepada masyarakat

Namun, jadilah orang-orang yang mempunyai “lingkaran putih” di atas kepala, layaknya malaikat. Bukan malah menjadi orang-orang bermuka merah dengan “tanduk kepentingan” bertengger di kepala.
Kita semua adalah pemimpin, maka jadilah pemimpin yang mampu terus memotivasi kita semua. Mentari tak pernah mau menunggu. Teriakan kemiskinan mengalahkan panas sang surya, memekik telinga pemilik wajah-wajah lusuh tak berdaya, yang mencoba bercerita pada pikiran. Ketidakmampuan menyentuh hati nurani yang terjepit oleh kekuatan ego.

Masihkah kita bisa diam? Masihkah kita tidak peduli? Masih bisakah kita tidur nyenyak sementara kemiskinan semakin mendekat? Ayo bangkit, enyahkan ego! Tidak boleh lagi ada tangan mengadah. Tidak boleh lagi ada rumah yang tak nyaman. Tidak boleh lagi ada bayi yang kurus kerontang. Berempati lah!

Tuhan memberi kita waktu untuk berbuat baik, masihkah kita menyia-nyiakannya? Ini saatnya bertindak, sebelum kita akhirnya tak bisa berbuat, karena kita tidak tahu kapan “kontrak” kita dan Tuhan berakhir. Mungkin besok, atau 2 jam lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar