Rabu, 24 Februari 2010

5. "You're really smart"
Dengan memuji kepandaiannya, itu menunjukkan bahwa Anda mengenal kepribadiannya sama baiknya dengan Anda mengenal fisiknya. Ini membuat wanita merasa dihargai dan Anda tidak menjadikan dirinya semata-mata objek sex belaka yang berarti Anda juga respek terhadap dirinya sebagai wanita baik-baik. Wanita menyukai pria yang sopan dan bersikap jantan, dalam hal ini Anda berarti telah memenuhi kedua persyaratan tersebut.

6. "You're great in bed"

Percayalah bahwa pernyataan ini dalam membuatnya bak seorang Dewi Asmara. Biasanya wanita senang mendapat pujian seperti ini karena ini berarti ia tahu betul bagaimana memuaskan pasangannya di ranjang. Dengan memberikan pujian mengenai performanya di ranjang, mengindikasikan bahwa bagi Anda sex bukan terbatas pada orgasme saja, namun Anda menghargai setiap usaha dan manuver yang ia lakukan bagi Anda di atas ranjang.

7. "I want to spend my life with you"
Ini adalah suatu kalimat dengan makna yang dalam. Kalimat ini biasanya diungkapkan oleh pria yang siap memasuki tahap hubungan yang lebih serius. Sebaiknya siapkan diri Anda untuk menghadapi konsekuensi dari pernyataan yang Anda ucapkan. Jika Anda memang merasa si dia adalah soulmate Anda, silahkan ungkapkan isi hati Anda yang terdalam. Kalimat serupa lainnya yang dapat Anda ungkapkan adalah "Hanya kamu seorang yang dapat membahagiakan diriku" atau "Saya tidak ingin membagi hidup saya bersama yang lain."

8. "You're my best friend"

Seperti yang kita tahu, pria tidak dapat hidup tanpa teman-temannya. Umumnya kaum pria juga lebih senang berbagi cerita dan masalah dengan teman-temannya. Jadi jika pria mengatakan kepada pasangannya dengan kalimat seperti ini berarti pria telah menemukan tempat berbagi yang paling cocok untuk dirinya.

9. "You'll make a great mother"
Menikah dan mempunyai anak adalah impian setiap wanita namun banyak juga kaum wanita yang ragu apakah mereka mampu menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya kelak. Dengan mengungkapkan kalimat seperti ini, berarti Anda memberinya kepercayaan untuk membina dan membangun rumah tangga bersama dengan Anda. Ini juga dapat menenangkan sisi batiniah pasangan.

10. "You make my life complete"
Bagi wanita, kalimat ini mempunyai arti bahwa ia adalah satu-satunya wanita dalam hidup pasangan mereka. Setiap wanita selalu ingin mendengar kalimat seperti ini dari pasangan mereka. Bagi kaum pria sendiri, kalimat ini berarti mereka telah menerima sepenuhnya kehadiran pasangan mereka.
1. "How was your day?"
Ketika Anda mengajukan pertanyaan ini kepada pasangan, yang terlintas di benak pasangan adalah Anda ingin mengetahui kegiatan yang ia lakukan mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore. Jadi, jangan salahkan pasangan jika ia bercerita panjang lebar mengenai kegiatannya sepanjang hari. Tapi sisi baiknya adalah, pasangan menganggap Anda adalah kekasih yang perhatian dan siap menjadi teman terbaik untuk berbagi semua cerita.

2. "I can't believe how sexy you look!"

Jika Anda mengungkapkan hal ini, yang ada di benak pasangan adalah bahwa Anda memang menganggap dirinya menarik. Biasanya banyak wanita yang senang dipuji seperti ini dan sisi baiknya adalah pujian seperti ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pasangan.


3. "How do you feel about [anything]?"
Pertanyaan ini menunjukkan bahwa Anda mempunyai kepedulian terhadap dirinya. Seperti yang kita ketahui, wanita senang diperhatikan oleh lawan jenis terutama pasangannya.

4. "You're prettier than your girlfriends"

Mungkin pujian ini adalah pujian yang paling ampuh untuk melambungkan ego pasangan Anda. Pujian ini juga menunjukkan bahwa Anda memberi penilaian yang tinggi untuk dirinya. Namun kami anjurkan agar Anda tidak terlalu sering mengungkapkan pujian ini agar si dia tidak menganggap Anda sedang membual.

The Power of Feedback

Oleh : RR. Ardiningtiyas Pitaloka, M.Psi.
Jakarta, 26 Maret 2008

Ketika saya menjadi ketua tim kreatif dalam satu panitia pagelaran budaya, saya memiliki satu tim yang siap menjadi partner untuk menyukseskan acara tersebut. Langkah pertama, saya akan menciptakan satu sistem sebagai kerangka proses kerja tim ini. Ketika saya mempresentasikan kerangka tersebut, ada tiga peluang yang akan saya dapatkan dari teman-teman satu tim; (a) umpan balik yang positif; (b) umpan balik negative; atau (c) tidak mendapatkan umpan balik sama sekali.

Kreativitas menjadi salah satu yang berperan dalam kesuksesan acara tersebut. Apa yang terjadi ketika saya mendapatkan umpan balik positif, negative, atau dicuekin? Apakah menaikkan kreativitas, menurunkan atau tidak berdampak sama sekali alias datar-datar saja? Dari sini, saya bisa mengenal diri saya lebih jauh, apakah saya termasuk apa yang disebutkan oleh Mc Clelland sebagai seorang yang memiliki need of achievement tinggi atau need for power yang tinggi?

Nampaknya tipis untuk mengatakan saya memiliki orientasi berprestasi alih-alih sebagai orang yang lebih tertarik pada kekuasaan. Ternyata, umpan balik dan kreativitas bisa menjadi sinar penolong bagi diri kita.


Ingin Berprestasi atau Berkuasa?
To be fair, saya harus kembali merenungkan dan melihat apa yang dimaksud dengan kebutuhan berprestasi dan berkuasa, mesti mengerikan dengan resiko melihat diri saya ternyata nantinya lebih ingin menguasai ketimbang berprestasi, but I have to.

Need of power is need to exert influence/impact on others, and simultaneously, to experience recognition and acclaim for these power oriented - activities (Winter,1973)


Need of achievement is striving a perform well against a standard of excellence

(Mc Clleland, 1985)

Mulai terlihat perbedaannya di mana kekuasaan menekankan pada kebutuhan untuk menundukan orang lain, sementara prestasi lebih membidik nilai/ standar umum untuk dilampaui. Jika saya lebih peduli menantang diri sendiri untuk melakukan sesuatu dengan sempurna, tanpa terlalu mengindahkan orang lain untuk menoleh dan memakukan pandangannya pada diri saya, sepertinya saya masuk dalam kelompok orang yang berorientasi pada prestasi.

Tapi saya juga curiga ketika merasa akan begitu kecewa pada umpan balik yang negative, jangan-jangan saya lebih menginginkan menguasai orang lain????

Sebaiknya jangan cepat menyimpulkan dulu, mari kita lihat, apa itu kreativitas sebenarnya.


Saya Orang Kreatif?
Tentu, memandang diri sebagai orang yang kreatif adalah godaan yang sangat menggiurkan, bahkan rasanya saya akan langsung mengangguk mengiyakan jika anda menanyakan pada saya, saya akan mengangguk sebelum kalimat anda selesai. Sebab narsis adalah keindahan, dan siapa yang tak suka keindahan?

Namun, tolong garis bawahi penemuan ini, bahwa baik orang kreatif dan orang berprestasi sama-sama jatuh cinta pada segala sesuatu yang mengandung resiko dengan level medium. Zona aman, tidaklah menarik, bahkan cenderung membosankan, paling lama hanya akan bertahan dalam skala 3 dari rentangan 10.

Orang yang kreatif lebih terbuka terhadap pengalaman baru, lebih tidak defensif dari pada orang yang tidak kreatif dalam menerima informasi baru. Karakteristik lainnya, orang kreatif menunjukkan keteguhan hati dan ketekunan.

Apakah kemudian, kreativitas identik dengan kompleksitas atau kerumitan? Dinamika yang terjadi tidak sesederhana itu, orang kreatif memang tertarik pada kompleksitas bahkan ketidakberaturan, bukan semata karena keruwetan itu, melainkan karena kekayaan hubungan yang terkandung di dalamnya. Orang kreatif tidak akan terbeban oleh perasaan cemas dalam mengolah kerumitan yang bisa berujung pada kekacauan, melainkan justru akan mempersembahkan suatu karya yang cantik.

Kompleksitas dan ketidakberaturan menantang diri yang memiliki kebutuhan kuat untuk mengolah kemampuan lebih untuk meraih lebih dari apa yang hanya terlihat di permukaan. Suatu medan pengalaman yang sangat menantang untuk dijelajahi dalam mencapai apa yang kemudian bernama prestasi.

Kreativitas menghasilkan solusi inovatif, menunjukkan perbedaan dan orisinalitas yang tidak biasa namun tetap praktis.

Kompleksitas menghasilkan solusi yang memiliki hubungan kompleks dan integrasi dari bagian-bagian dengan prosesnya.

Umpan Balik
Untuk mengenal faset diri, apakah memang memiliki orientasi prestasi atau kekuasaan, kreativitas belum cukup memberikan gambaran, karena ada dinamika yang berperan penting dalam menghantarkan itu, yakni umpan balik.

Umpan balik positif ternyata memacu kreativitas pada orang yang berorientasi prestasi maupun kekuasaan. Mengapa? Hal ini menjadi dukungan yang sekaligus tantangan, utamanya bagi orientasi prestasi untuk meraih suatu pencapaian yang signifikan. Sementara bagi orientasi kekuasaan, ini juga sebagai sinyal positif bahwa peluang untuk menguasai / mempengaruhi orang lain bisa tercapai.

Umpan balik negative masih menjadi modal postif bagi orang yang berorientasi prestasi, namun menjadi hantaman bagi mereka yang lebih berorientasi pada kekuasaan. Ingat, orientasi prestasi lebih condong untuk menaklukan standard/nilai/pencapaian usaha, maka umpan balik negative menjadi tantangan yang semakin memacu kemampuan diri mereka. Sebaliknya bagi si haus kekuasaan, ini berarti pukulan kekalahan, suatu alarm yang menunjukan tertutupnya pintu untuk menguasai orang lain.

Apa yang terjadi ketika yang hadir adalah emang gue pikirin alias tidak ada umpan balik? Baik orientasi prestasi maupun kekuasaan, hal ini tidak bisa digunakan untuk melihat kreativitas yang dihasilkan atau dalam bahasa statistiknya adalah tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Orang Lain sebagai Cermin Diri
Kilauan prestasi terkadang membutakan kita untuk merasa yakin kita adalah orang yang selalu ingin mempersembahkan yang terbaik. Jebakan yang menganga ternyata juga menempel erat dalam diri kita, yaitu keinginan untuk menguasai orang lain, alih-alih untuk menemukan keunggulan diri.

Beruntunglah, kita sebagai makhluk social, kita memiliki banyak cermin yang memungkinkan kita untuk melihat beragam faset dalam diri kita. Dalam interaksi dengan orang lain, kita menjadi tahu dari reaksi yang kita dapatkan dan kita hasilkan selanjutnya.

Bukan pada jenis pekerjaan yang menuntut kreativitas, melainkan pada motivasi orangnya. Umpan balik akan sangat efektif pada orang-orang yang memiliki motivasi berprestasi ketimbang motivasi kekuasaan.

Hmm, cukup mengerikan juga kalau demikian, apabila ternyata saya menjadi super jengkel pada umpan balik negative dan menurunkan kreativitas diri, berarti saya ?????

memperbaiki konsep diri

Memperbaiki Konsep Diri

Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 27 Maret 2007

Pengertian & Alasan

Kalau melihat berbagai literatur Psikologi, Konsep-diri ini merupakan pembahasan penting. Konsep-diri adalah apa yang kita persepsikan terhadap diri kita; bagaimana kita mempersepsikan diri sendiri. Semua orang pada dasarnya punya konsep-diri. Yang berbeda adalah "bagaimana-nya" persepsi itu kita ciptakan, pikirkan, dan rasakan. Kita lihat sehari-hari. Ada orang yang mempersepsikan dirinya sebagai sosok yang memiliki kelebihan tertentu. Persepsi ini kemudian mendorongnya untuk meraih prestasi tertentu. Logikanya, kalau kita sudah punya dorongan, maka ini memudahkan kita meraih prestasi yang kita inginkan. Soal kualitasnya bagaimana, ini soal proses.

Ada juga orang yang mempersepsikan dirinya sebagai sosok yang tidak punya kelebihan apa-apa. Secara by nature, persepsi demikian kurang memberikan dorongan. Konsekuensinya, kalau dorongan itu lemah, ya kemungkinannya juga kecil. Seperti kata Kidd (1998), "feeling of success spur action". Intinya, ada Konsep-diri positif dan ada Konsep-diri negatif. Konsep-diri ini biasanya amat sangat jarang kita nyatakan melalui ucapan mulut (verbal). Bahkan banyak yang tidak kita sadari. Umumnya, konsep-diri itu kita "batin" dan langsung kita praktekkan. Karena itu ada yang mengatakan nasib orang itu tercetak tanpa pengumuman (diam-diam). Sejauhmanakah konsep-diri ini punya pengaruh bagi kemajuan seseorang? Ada beberapa hal yang bisa kita catat di sini:

Pertama, konsep-diri berhubungan dengan kualitas hubungan intrapersonal (diri sendiri). Konsep-diri positif akan memproduksi kualitas hubungan yang positif. Ini misalnya harmonis dengan diri sendiri, mengetahui kelebihan dan kelemahan secara lebih akurat, atau punya penilaian positif terhadap diri sendiri. Hubungan yang harmonis akan menciptakan kebahagiaan-diri (perasaan positif terhadap diri sendiri).

Menurut Michael Angier, perasaan positif mendorong kita untuk melakukan hal-hal positif. Jim Rohn menyimpulkan bahwa seringkali kita tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik karena kita menyimpan perasaan yang tidak baik. Kalau kita sedang merasa "nggak karu-karuan", biasanya pekerjaan kita berantakan juga.Karena itu, Einstein menyimpulkan bahwa karya besar itu tidak lahir dari seorang yang jiwanya sedang kacau.

Kedua, konsep diri terkait dengan kualitas hubungan dengan orang lain. Orang yang hubunganya harmonis dengan dirinya akan menghasilkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Inilah yang menjadi pokok bahasan Kecerdasan Emosional (EQ). Sebaliknya, orang yang di dalam dirinya ada perang, akan mudah memproduksi peperangan juga di luar.

Karena itu, berbagai study di bidang kesehatan mental mengungkap bahwa orang yang sedang mengalami stres atau depresi kurang bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain. Biasanya, hubungan mereka diwarnai dengan semangat permusuhan, perdebatan, konflik atau minimalnya gampang patah. Selain terkait dengan soal kualitas keharmonisan, Konsep-diri juga terkait dengan soal setting mental atau isi pikiran saat berhubungan dengan orang lain. Dale Carnegie menyebutnya dengan istilah filsafat hidup. Ada orang yang punya filsafat hidup memberi, ingin berbagi, ingin bekerjasama, ingin meminta (diberi), ingin mengambil, dan lain-lain.

Konsep diri yang lemah akan mendorong kita untuk meminta (asking or begging). Ini misalnya saja: apa yang bisa diberikan kepada saya, apa yang bisa saya "manfaatkan", apa yang bisa saya ambil, dan lain-lain. Sebaliknya, konsep-diri yang kuat akan mendorong kita untuk berpikir, misalnya saja: Apa yang bisa saya berikan, apa yang bisa saya kerjasamakan, apa yang bisa saya sinergikan, apa yang bisa saya serviskan, apa yang bisa saya bantu, dan lain-lain.

Kalau bicara keharmonisan hubungan jangka panjang, konsep mental yang paling menjanjikan adalah konsep mental yang kuat: saling memberi, saling berbagi, saling bersinergi, dan semisalnya. Intinya ada unsur win-win-nya. Soal bentuknya kayak apa, ini urusan lain.

Ketiga, konsep diri terkait dengan kualitas seseorang dalam menghadapi perubahan keadaan. Perubahan itu bisa dipahami sebagai tekanan (pressure) atau tantangan (challenge). Ini tergantung pada bagaimana kita punya persepsi diri. Tantangan adalah "panggilan" atau kesempatan untuk membuktikan kemampuan, kebolehan, atau kehebatan kita.

Konsep-diri yang bagus akan memproduksi kepercayaan yang bagus (pede). Orang yang pede akan cenderung melihat perubahan sebagai tantangan untuk dihadapi, tantangan untuk diselesaikan, tantangan untuk dilompati. Karena itu, seperti kata Mohammad Ali, petinju legendaris itu, yang membuat orang lari dari masalah itu adalah kepercayaan-diri yang rendah.

Sumber Konsep-diri

Karena kita ini punya sebutan ganda (makhluk individual dan sosial), maka konsep diri yang kita miliki pun bersumber dari dua arah, yaitu:

  • Sumber eksternal
  • Sumber internal.

Sumber eksternal itu misalnya adalah keluarga, lingkungan, komunitas, atau sumber-sumber lainnya. Tak jarang kita temui ada satu keluarga yang seluruh SDM-nya bagus. Tapi tak jarang juga kita jumpai ada satu keluarga yang SDM-nya tidak / belum bagus. Ini terkait dengan pemahaman, nilai-nilai, budaya, dan berbagai "intangible element" yang melandasi terbentuknya konsep-diri tertentu di dalam keluarga.

Begitu juga dengan lembaga sekolah. Ada sekolah-sekolah tertentu yang sepertinya sudah "berpengalaman" mencetak alumni yang sebagian besarnya bagus. Tapi ada yang sama sekali tidak / belum jelas alumninya. Apa yang membedakan? Salah satu yang membedakan adalah konsep-diri kolektif yang berkembang di sekolah itu. Tentu juga terkait dengan faktor-faktor "eks" lainnya.

Sumber internal maksudnya adalah kita sendiri yang menciptakan. Terlepas apakah itu kita ciptakan secara sadar atau tidak. Ketika kita berkesimpulan tidak punya kelebihan apa-apa, tidak punya resource apa-apa, tidak punya bakat apa-apa, tidak punya arti apa-apa, sebetulnya itu bukan berarti kita tidak punya. Itu semua adalah penilaian kita, persepsi kita, atau opini kita tentang diri kita. Pendeknya, itulah konsep-diri yang kita pilih.

Perlu secara fair kita akui juga, ketika kita punya konsep-diri seperti di atas, ini memang tidak membuat kita mati. Tapi untuk kepentingan kemajuan, perkembangan, aktualisasi-diri, dan lain-lain, konsep-diri itu punya peranan yang signifikan. Dr. Maxwell Maltz menyimpulkan tindakan manusia itu erat kaitannya dengan bagaimana manusia itu mendefinisikan dirinya. Senada dengan itu, Gordan Dryden dan Dr. Jeannette Vos menulis, "Dari sistem pendidikan yang terbukti berhasil di seluruh dunia, citra diri ternyata lebih penting dari materi pelajaran."

Ada satu hal lagi yang mungkin perlu kita ingat di sini. Dari praktek hidup bisa kita ketahui bahwa konsep-diri itu ada yang sifatnya permanen (substansial). Artinya sudah masuk dalam file Alam Bawah Sadar, sudah menjadi gaya hidup, sudah benar-benar melekat dengan diri kita. Ini misalnya: kita secara otomatik punya konsep-diri yang lemah atau negatif dan itu berlangsung dalam periode yang cukup lama.

Tetapi ada juga yang sifatnya kondisional atau superfisial berdasarkan keadaan spesifik atau kepentingan spesifik. Ini misalnya kita mendesain format mental semenarik mungkin saat mau bertemu calon mertua, saat diwawancarai kerja, dan lain-lain. Seorang pejabat publik bisa saja mendesain format mental dan penampilan se-menarik mungkin, se-positif mungkin atau se-elegan mungkin saat berbicara di depan publik atau saat kampanye. Untuk kepentingan perkembangan jangka panjang, yang benar-benar perlu kita audit adalah konsep-diri permanent yang sudah masuk ke file Alam Bawah Sadar. Ini perlu "kerja keras" untuk memperbaikinya. Kenapa dan bagaimana?

Membangun Konsep Diri

Sebelum menjawab "bagaimananya", saya ingin lebih dulu menandaskan "kenapanya" dulu. Ini terkait dengan sumber eksternal dan internal di atas. Maksudnya saya, meski sumber konsep-diri itu bisa berasal dari luar dan dari dalam, tapi untuk memperbaikinya, ini harus berawal dari kita atau dari dalam. Seluruh perbaikan diri itu berawal dari dalam. Kaidah ini berlaku untuk semua orang dewasa (baca: bukan anak-anak).

Anak-anak yang punya konsep-diri negatif masih bisa dibenarkan jika orangtua atau lingkungan yang "pantas" disalahkan. Tapi untuk orang dewasa, ini tidak berlaku. Meski kita bisa menyalahkan lingkungan, keluarga, sekolah, dan lain-lain, tetapi ujung-ujungnya yang menerima akibat adalah tetap diri kita. Ini bukti bahwa tanggung jawab untuk memperbaiki diri itu tidak bisa didelegasikan, dipasrahkan atau dilemparkan kepada pihak manapun.

Karena itu, tradisi kita memperkenalkan konsep kehidupan yang kita sebut aqil baligh. Aqil artinya akal kita sehat, tidak rusak karena usia atau kecelakaan. Baligh artinya usia kita bukan lagi anak-anak. Konsep ini digunakan untuk menandai perpindahan tanggung jawab. Seluruh aspek positif atau negatif yang dimiliki anak-anak, itu sebagian besarnya menjadi tanggung jawab orangtua, keluarga atau lingkungan. Begitu sudah menginjak aqil baligh ini, tanggung jawab itu secara otomatik pindah dari luar ke dalam.

Dengan kata lain, terlepas kita lahir dari keluarga, lingkungan atau sekolah yang bagus atau tidak, tetapi jika menolak memperbaiki konsep-diri negatif yang kita miliki, maka yang salah bukan keluarga, lingkungan atau sekolah. Yang salah adalah kita. Maksudnya, akibat atau konsekuensinya tetap kembali ke kita, bukan kembali ke keluarga, lingkungan atau sekolah. Inilah yang saya maksudkan kerja keras itu.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki konsep-diri yang sudah terlanjur negatif atau kurang mendukung kemajuan? Salah satu pilihan yang bisa kita jalankan adalah:

Pertama, menambah Pengetahuan (P1). Bertambahnya jenis dan bobot ilmu pengetahuan, bukan saja akan membuat kita memiliki pengetahuan itu, tetapi juga akan membuat kita memiliki opini-diri yang lebih baru dan lebih bagus. Soal caranya dan tehniknya bagaimana, itu urusan kita masing-masing. Kita bisa menambah pengetahuan dengan berbagai cara: melanjutkan sekolah, melakukan self-learning, self-education, dan lain-lain.

Satu cara yang pasti dapat dilakukan oleh semua orang, terlepas apapun status ekonomi dan sosialnya, adalah membaca. Entah itu membaca buku baru atau buku bekas, entah itu membaca majalah baru atau majalah bekas, entah itu dalam bentuk artikel pendek atau hasil kajian yang panjang. Tapi membaca di sini bukan sekedar membaca. Semua kegiatan membaca itu bagus, namun yang paling bagus adalah memilih materi yang tepat untuk dibaca. Membaca riwayat hidup atau pemikiran tokoh bisa memperbaiki konsep-diri.

Kedua, menambah Pengalaman (P2). Pengalaman bukanlah serangkaian peristiwa yang menimpa kita, melainkan apa yang kita lakukan atas peristiwa itu. Menambah pengalaman akan membuat kita tahu apa yang bisa kita lakukan sekarang dan apa yang belum bisa kita lakukan. Cara yang bisa kita tempuh antara lain:

  1. Mempraktekkan ide-ide perbaikan sampai berhasil
  2. Mengatasi masalah dengan cara yang positif
  3. Meraih target positif,
  4. Mewujudkan standar prestasi yang kita buat,
  5. Berkreasi
  6. Dan lain-lain.

Pengalaman akan memperbaiki konsep-diri. Semakin banyak kemampuan yang kita ketahui, semakin bagus kita punya penilaian terhadap diri sendiri. Nah, untuk mengungkap berbagai kemampuan / kapasitas itu, tentu tidak bisa dilakukan dengan duduk. Terkadang kita baru mengetahui kemampuan kita setelah mempraktekkan banyak hal. Praktek akan menunjukkan dua hal: a) ternyata saya mampu melakukan hal-hal yang dulunya saya anggap tidak mungkin, dan b) ternyata saya belum mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya saya anggap mudah. Jadi lebih akurat.

Ketiga, menambah Pergaulan (P3). Pergaulan, dalam arti yang luas, akan memperbaiki konsep-diri. Tapi ini dengan syarat: asalkan kita membuka diri untuk mengambil pelajaran dari orang yang kita kenal. Orang lain memang tidak bisa menyulap kita menjadi siapapun dan apapun. Namun jangan lupa, orang lain mengilhami kita, orang lain meng-inspirasi kita, orang lain adalah contoh bagi kita, orang lain adalah pembimbing kita, orang lain adalah pelajaran buat kita.

Intinya, perbanyaklah mengenal orang (langsung atau tidak langsung) dan perbanyaklah mengambil pelajaran. Biasanya, kita akan tahu kejelekan / kebaikan diri sendiri setelah melihat jeleknya orang lain atau kebaikannya. Biasanya, kita akan segera sadar konsep-diri yang kita pilih setelah berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, ada ungkapan pendek yang mungkin pas untuk diingat. "Cara yang paling bagus untuk menjadi bintang olahraga adalah belajar dari bintang olahraga."

Konsep-diri, entah itu positif atau negatif, memang tidak bisa menyulap prestasi kita menjadi bagus. Tetapi, untuk meraih prestasi yang lebih bagus, dibutuhkan konsep-diri yang semakin bagus.

inovasi diri

Inovasi Diri

Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 25 April 2003

Dalam bukunya "Only The Paranoid Survive" (Currency New York: 1996), Andy Grove menceritakan banyak hal tentang lingkungan bisnis, keputusan dan eksekusi yang dijalankan sehubungan dengan posisinya sebagai CEO dari Intel Co. Langkah Grove mengubah core business dari chip memory ke microprocessor dinilai banyak pihak sebagai kesuksesan bertindak. Sebelumnya, Intel dihadapkan pada banyak dilemma menghadapi serangan produk Jepang yang telah lebih dulu menguasai pasar chip memory di samping juga dilihat dari resource usaha, manufaktur Jepang itu lebih kuat.

Saat itu Grove menghadapi tiga pilihan yang sama-sama tidak mudah. Pilihan pertama berupa "low cost strategy". Kalau ingin mengalahkan perusahaan Jepang, Intel harus banting harga. Pilihan kedua, kalau tidak sanggup banting harga, Intel harus bermain dalam ceruk pasar yang kecil, "Niche Market strategy". Inipun tidak gampang karena konsekuensinya berupa tuntutan pada stabilitas dan margin profit. Ketiga, innovasi produk. Kalau ingin menang, tuntutannya berupa memperbaiki produk supaya lebih terjangkau oleh pasar dengan kualitas lebih dan, yang paling penting, tidak gampang ditiru oleh manufaktur Jepang.

Intel akhirnya memilih pilihan ketiga. Pilihan tersebut ternyata tepat sehingga kemudian mengantarkan Grove dinobatkan "Man of the year" versi Time magazine, 1997. Inovasi Intel menurut pendapat Grove diawali dari keberanian eksperimentasi dan fleksibilitas dalam menjalankan perubahan produk. Saat itu dinilai tidak cukup bagi Intel hanya mengandalkan strategi "clear vision" dan "stable" tetapi perlu mengubah konsep berpikir. Seperti diakui Grove: "If company is experiencing rigidity in thinking and resistance to change, that company will not survive in high speed global market place".
Belajar dari langkah Grove yang memulai kesuksesannya dengan menggunakan kata kunci inovasi, rasanya tidak salah kalau kata kunci itu kita gunakan untuk mengawali kesuksesan dalam konteks pengembangan diri. Kenyataannya, sekedar inovasi semata sudah tak terhitung yang memahami dan mempraktekkannya baik di tingkat organisasi atau pribadi, tetapi kebanyakan mandul atau gagal. Lalu agar tidak gagal, format pemahaman inovasi seperti apakah yang mestinya digunakan?

Menyeluruh

Kasarnya, bicara ide cemerlang tentu dapat ditemukan di kepala banyak orang atau organisasi, tetapi inovasi tidak berhenti pada ide cemerlang. Tidak pula berupa tindakan yang semata-mata berbeda dengan orang lain sebab inovasi bukan sebuah konsep tunggal dalam arti berubah hanya untuk sekedar berubah (change for the sake of change). Inovasi yang sesungguhnya adalah inovasi yang dipahami sebagai pelaksanaan konsep secara menyeluruh mencakup komponen dan segmennya. Mengacu pada pendapat Beth Webster dalam "Innovation: we know we need it but how do we do it" (Harbridge Consulting Group: 1990), inovasi adalah menemukan atau mengubah materi pekerjaan atau cara menyelesaikan pekerjaan secara lebih baik. Dengan definisi ini inovasi mengandung dua komponen: yaitu penemuan (invention), dan pelaksanaan (implementation), dimana pada tiap komponen terdiri atas empat segmen:

  • Kreativitas - Generating new ideas
  • Visi - Knowing where you want to get with it
  • Komitmen - Mobilizing to get there
  • Manajamen - Planning and working to get there

Menjalankan inovasi diawali dari eksplorasi untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bentuk yang lebih tanpa meninggalkan perangkat lama yang masih baik. Tidak berhenti pada menemukan ide lebih baik, inovasi menuntut langkah berikutnya berupa pelaksanaan uji-realitas. Dalam kasus Intel, Grove menamakannya dengan istilah keberanian eksperimen. Pantas diberi embel-embel keberanian karena eksperimentasi punya resiko paling tinggi terhadap kegagalan sehingga dalam prakteknya banyak orang mengatakan TIDAK terhadap inovasi karena rasa takut menerima resiko itu.

Selain resiko kegagalan, hambatan di tingkat konsep, praktek, strategi, tekhnis, diri sendiri dan orang lain juga kerap muncul. Untuk menciptakan solusi yang dibutuhkan, maka kreativitas para innovator berperan. Kreativitas solusi ini diwujudkan dalam bentuk jumlah alternatif solusi terhadap situasi dengan cara mengubah, mengkombinasikan, mengindentifikasi celah destruktif dari sesuatu yang sudah mapan (established). Menurut riset ilmiah, kuantitas solusi alternatif punya korelasi dengan kualitas solusi. Jadi kreativitas bertumpu pada kemampuan memiliki pola baru dalam melihat hubungan antar obyek yang dilahirkan dari sudut pandang adanya "possibility", dan mempertanyakan sesuatu untuk memperoleh jawaban lebih baik. Seorang pakar kreativitas, Arthur Koestler, mengatakan: "Every creative act involve a new innocent of perception, liberated from cataract of accepted belief".
Dalam menjalankan kreativitas menciptakan solusi, innovator perlu memiliki kemampuan menyalakan lampu petunjuk yaitu visi - having clear sense of direction. Artinya, bentuk inovasi seperti apakah yang dilihat secara jelas oleh imajinasi innovator? Semakin jelas padanan fisik dari tujuan inovasi bisa disaksikan oleh penglihatan mental, maka akan semakin menjadi obyek yang satu atau utuh. Kembali pada pengetahuan tentang pikiran yang baru akan bekerja kalau difokuskan pada obyek utuh, kalau obyeknya masih terpecah tidak karuan, dengan sendirinya pikiran memilih untuk diam atau kacau. Bagaimana mengutuhkan obyek sasaran dalam kaitan dengan kemampuan visualisasi ini?
Merujuk pada pendapat Shakti Gawain dalam "Creative Visualization" (Creating Strategies Inc.: 2002), para innovator perlu melewati empat tahapan proses untuk menajamkan visinya, yaitu:

  1. Memiliki tujuan yang jelas
  2. Memiliki potret mental yang jelas dari sebuah obyek yang diinginkan
  3. Memiliki ketahanan konsentrasi terhadap obyek atau tujuan
  4. Memiliki energi, pikiran, keyakinan positif

Di atas dari semua komponen dan segmen di atas, roh dari inovasi adalah komitmen yang membedakan antara "make or let things happen". Inovasi menuntut komitmen pada "make", bukan membiarkan ide cemerlang menemukan jalannya sendiri di lapangan. Komitmen adalah menolak berbagai macam "excuses" yang tidak diperlukan oleh inovasi. The show must go on. Mengutip pendapat Ralp Marlstone tentang komitmen dikatakan: "Anda tidak bisa menciptakan 'living' hanya dengan ide, kreativitas, visi, melainkan 'you must live' WITH them". Senada dengan Ralp, Joel Barker mengatakan "Vision WITH action can change the world".

Menjalankan ide innovative sebagai pemahaman komprehensif menuntut aplikasi prinsip manajemen yang berarti menggunakan sumber daya di luar kita sebagai kekuatan berdasarkan keseimbangan riil antara size of planning dan ability of working. Tanpa aplikasi manajemen, sumber daya yang berlimpah di luar sana bisa tidak berguna atau malah menjadi penghambat atau sia-sia. Salah satu keahlian manajemen adalah komunikasi. Tak terbayangkan kalau kerjasama apapun tidak diimbangi dengan kemampuan komunikasi yang dibutuhkan. Contoh lain yang menggambarkan pentingnya keseimbangan dalam menjalankan inovasi adalah fenomena kekecewaan atau kegagalan proposal kerja sama. Dari sudut gagasan, kreativitas, visi, semuanya cemerlang. Tetapi begitu disepakati untuk dijalankan, ternyata masih banyak celah lobang yang belum atau masih di luar kapasitas masing-masing pihak menciptakan solusi. Atau dengan kata lain lebih gede planning for success ketimbang ability of working for success.

Alasan

Menemukan alasan mengapa kita merasa perlu untuk menjalankan ide innovative untuk memperbaiki kehidupan pribadi atau organisasi merupakan bagian penting dari inovasi itu sebelum dijalankan. Sebagian dari alasan itu antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Perubahan

Dunia ini tidak akan berbeda dengan perubahan yang secara take for granted akan terjadi. Setiap perubahan eksternal menuntut ketepatan memilih respon yang tepat di tingkat internal. Inilah pilihan dari pemahaman hidup yang harus dipegang. Sayangnya sering ditemukan bahwa orang lebih tertarik untuk membicarakan kemajuan yang diciptakan perubahan dunia luar tanpa dibarengi dengan keingian kuat untuk mengubah diri. Sikap resistance to change yang membabi buta ini pada giliran tertentu akan mengantarkan pada posisi sebagai korban perubahan zaman atau tidak mendapat benefit dari kemajuan.

Contoh sepele adalah penguasaan bahasa asing, katakanlah bahasa Inggris. Dahulu menjadi rukun profesi dalam arti bagian atau rungan tersendiri dari sebuah profesi. Tetapi sekarang tidak bisa dipungkiri telah menjadi syarat masuk pintu gerbang yang berarti harus dimiliki oleh semua calon profesi. Mengantisipasi tuntutan perubahan dunia luar,langkah penyelamat yang menjamin adalah mendirikan lembaga learning di dalam diri kita. Materinya bisa diadopsi dari mana saja tergantung kebutuhan dan kemampuan berdasarkan tuntutan lingkungan di mana kita berada.

2. Keterbatasan

Melakukan inovasi diri harus diberangkatkan dari pemahaman bahwa manusia memiliki kemampuan tak terbatas kecuali batasan yang diciptakan sendiri (self-fulfilling prophecy). Kaitannya dengan inovasi adalah, kemampuan kita merupakan garis pembatas pigura hidup, dan inovasi dibutuhkan dalam rangka memperluas garis pembatas pigora itu. Selain dibutuhkan pemahaman dari dalam juga tidak kalah penting peranan "pil" pemahaman yang disuntikkan oleh pihak luar, meskipun dalam bentuk tawaran memilih. Praktekknya tidak sedikit orang yang meyakini wilayah ‘pigura hidup’-nya bertambah setelah minum pil pemahaman dari sosok yang diyakini lebih terpercaya, misalnya saja paranormal, dukun, penasehat, konsultan, sahabat karib, dll.

Pil pemahaman dari luar inilah yang oleh Dale Carnegie disebut Kelompok Ahli Pikir. Selama pil yang diberikan berupa pil miracle, tentu saja akan sangat dibutuhkan sebab secara alami orang sangat sensitif terhadap pemahaman orang lain tentang dirinya. Justru yang patut disayangkan adalah kalau pil itu berupa stigma killer lalu diterima mentah-mentah, misalnya saja: pasti gagal, rasanya sulit, kayaknya tidak mungkin dll. Oleh karena itu Mark Twain berpesan: "Jauhkan diri anda dari kelompok orang atau komunitas yang membuat ambisi anda menurun yang biasanya dilakukan oleh pribadi yang kerdil".

3. Kesenjangan

Alasan lain mengapa inovasi dibutuhkan adalah kenyataan alamiah berupa terjadinya kesenjangan antara alam idealitas dan realitas. Wujud pengakuan fakta alamiah itu harus dibuktikan dengan perbaikan di tingkat realitas dan perubahan format alam idealitas. Seperti kata pepatah, "Gantungkan cita-citamu di langit tetapi jangan lupa kakimu menginjakkan bumi". Maksudnya, terus ciptakan standard yang lebih tinggi dari yang optimal bisa diraih. Bisa dibayangkan, seandainya semua manusia cukup "berpuas-diri", dengan apa yang ada dalam pengertian 'low quality', maka pasti kemajuan sulit diciptakan. Selain itu akan memudahkan orang terkena virus putus asa, berpikir only one answer, bersikap perfectionist yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar inovasi.

Sulit dielakkan, kenyataannya terdapat kecenderungan budaya konformitas berupa ketakutan psikologis untuk bercita-cita tinggi yang dijustifikasi oleh pola berpikir realistik yang keliru dalam arti tidak mencerminkan semangat pengembangan diri ke arah lebih baik. Mestinya, berpikir realistik diartikan menginjak di atas realitas, tidak sebaliknya hidup di dalam realitas. Didasarkan pada pemahaman yang berbeda ini maka terjadi kenyataan yang berbeda. Kendaraan yang berjalan di atas jalan raya dapat diarahkan kemana pun tetapi ketika terperosok di dalam lumpur, pilihannya hanya dientaskan ke atas.

Perlu dicatat bahwa semua alasan yang sudah disebutkan di atas didasarkan pada: 1) perspektif bahwa hidup adalah proses; dan 2) menjalankan Learning Principle yang merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dari asset potential menjadi asset aktual. Oleh karena itu alasan personal lain, apapun yang kita miliki, tuntutan paling penting tetap pada menemukan alasan yang punya korelasi kuat terhadap tindakan yang memiliki akses pada perubahan situasi. Begitu situasi sudah dapat diubah menjadi lebih baik berarti kita sudah melangkahkan kaki pada tujuan akhir dari inovasi yang berarti awal untuk memulai perubahan lain ke arah yang bertambah baik.

rasa percaya diri

Memupuk Rasa Percaya Diri

Kategori Individual
Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 16 Oktober 2002

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?" ada juga yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!"

Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.

Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias "sakti". Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa - karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.


Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
  • Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
  • Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
  • Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri
  • Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
  • Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
  • Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
  • Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:
  • Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
  • Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
  • Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri - namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
  • Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
  • Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
  • Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
  • Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
  • Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)


Perkembangan Rasa Percaya Diri

Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri - seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.

Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri - segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.

Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.

Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri - mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.


Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
  • Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
  • Cara berpikir totalitas dan dualisme : "kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek"
  • Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
  • Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
  • Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti "saya memang bodoh"..."saya ditakdirkan untuk jadi orang susah", dsb....
  • Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
  • Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.

1. Evaluasi diri secara obyektif

Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri

Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri - hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.

3. Positive thinking

Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobodys perfect dan its okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.

4. Gunakan self-affirmation

Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:

  • Saya pasti bisa !!
  • Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
  • Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
  • Sayalah yang memegang kendali hidup ini
  • Saya bangga pada diri sendiri

5. Berani mengambil resiko

Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.

6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan

Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.

7. Menetapkan tujuan yang realistik

Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.

Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.

Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk "harus" menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb - namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter - memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa.

Jumat, 19 Februari 2010

Teknologi
Friday, 19 February 2010 20:26
Telkomsel siapkan 5000 iPhone 3GS
Ragam - Teknologi
WASPADA ONLINE

(fring.com)

iPhone 3GS resmi tersedia di pasar Indonesia mulai 18 Februari 2010. Pada tahap awal, Telkomsel sebagai mitra eksklusif telah menyiapkan 5000 unit.
Friday, 19 February 2010 19:12
Lenovo rilis PC Core i5 dan Core i7
Ragam - Teknologi
WASPADA ONLINE

(tech2online.com)

Lenovo memperkenalkan jajaran produk terbarunya. Kali ini produk yang yang dihadirkan adalah jajaran desktop PC yakni ThinkCentre M90 and M90p.
Friday, 19 February 2010 17:08
Activision masih jagokan 'Call of Duty'
Ragam - Teknologi
WASPADA ONLINE

(gameguru.in)

Activision melaporkan pendapatan akhir tahunnya baru-baru ini. Dalam keterangan tersebut, 'Call of Duty: World of War' masih menjadi jagoan developer game tersebut.
Friday, 19 February 2010 14:53
D-Link luncurkan router ukuran saku
Ragam - Teknologi
WASPADA ONLINE

(gawker.com)

Mereka yang memiliki mobilitas tinggi tentu membutuhkan perangkat pendukung berukuran kecil dan ringan agar mudah dibawa-bawa. Nah, untuk memenuhi kebutuhan pengguna komputer dengan mobilitas tinggi, penyedia solusi jaringan komputer D-Link, meluncurkan router berukuran saku.
Friday, 19 February 2010 12:47
Google: Smartphone segera gilas komputer
Ragam - Teknologi
WASPADA ONLINE

(cameraphonesplaza.com)

Chief Executive Google Eric Schmidt, di ajang Mobile World Congress (MWC) 2010 menyebutkan, penjualan ponsel cerdas akan segera mengalahkan komputer.